Pieter Both |
J. P. Coen |
VOC berniat menguasai pusat-pusat perdagangan, seperti di Batavia, Banten, Selat Sunda, Makasar, Maluku, Mataram (Jawa), dan beberapa daerah strategis lain.
Belanda berhasil menguasai Nusantara karena menggunakan politik adu domba. Belanda melakukan adu domba raja-raja di daerah sehingga denga mudah mereka terhasut dan terjadilah perang saudara disertai perebutan tahta kerajaan.
Disinilah Belanda akhirnya berperan. Belanda berlagak membantu pemberontakan dengan syarat meminta imbalan daerah kekuasaan dagang (monopoli perdagangan).
Yang Menyebabkan VOC Bangkrut dan Bubar
Pada akhir abad ke-18 VOC mengalami bangkrut dan dibubarkan tanggal 31 Desember 1799. Indonesia selanjutnya diperintah oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan gubernur jendral yang pertama bernama Daendels, pemimpin yang terkenal sangat kejam. Bayangkan, rakyat Indonesia dipaksa kerja rodi untuk membuat jalan raya sepanjang 1.000 km (dari Anyer–Panarukan), mendirikan pusat pabrik senjata di Semarang dan Surabaya juga membangun Pelabuhan Merak. Daendels kemudian digantikan Jansens yang akhirnya dikalahkan Inggris.
Pada tahun 1816 Indonesia dikembalikan kepada Belanda, dengan gurbernun jenderal yang pertama Van den Bosch. Ia menerapkan politik tanam paksa. Tujuannya adalah untuk mengisi kas Belanda yang kosong.
Tanam paksa sangat menyengsarakan rakyat, selain rakyat dipaksa untuk menanam 1/5 tanahnya dengan ketentuan Belanda, mereka pun dipaksa membayar pajak dan ganti rugi tanaman. Jadi aneh, tanah kita sendiri tapi dipaksa membayar pajak kepada Penjajah Belanda, bahkan tanaman yang rusak pun wajib memberikan ganti rugi kepada Belanda.
Tokoh Pahlawan yang Melawan Belanda
Penjajahan oleh Belanda jelas menyengsaraakan rakyat. Dan munculah tokoh-tokoh pahlawan yang gagah beani.
Tokoh yang dengan gagah berani melawan Belanda, ada 9 tokoh pahlawan yang dibahas disini, dan berikut ulasannya:
1. Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram (Tahun 1628 dan Tahun 1629)
Sultan Agung Hanyokrokusumo |
Sulatan Agung merupakan raja kerajaan Matara. Nama aslinya Raden Mas Rangsang dan apkhirnya menggantikan Raden Mas Martapura dengan gelar Sultan Agung Senapati Ing Alogo Ngabdurrachman. Ia adalah soorang Raja Mataram yang memakai gelar Sultan, sehingga dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Sultan Agung memerintah Kerjanaan Mataram pada tahun 1613–1645. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram bisa mencapai kejayaan. Dalam memerintah kerajaan, ia bertekad untuk mempertahankan keutuhan seluruh tanah Jawa dan mengusir penjajah Belanda dari Batavia.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram melakukan penyerangan terhadap Belanda di Batavia dua kali yaitu tahun 1628 dan tahun 1629), namun akhirnya gagal.
Dengan kegagalan tersebut, justru malah membuat Sultan Agung makin memperketat penjagaan daerah perbatasan yang dekat Batavia, sehingga Belanda pun sulit menembus Mataram. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan akhirnya digantikan putranya bergelar Amangkurat I.
2. Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten (1650–1682)
Sultan Ageng Tirtayasa memerintah Kerajaan Banten dari tahun 1650–1692. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan. Ia berusaha memperluas kerajaan dan dan mengusir Belanda dari Batavia. Banten mendukung perlawanan kerajaan Mataram terhadap Belanda di Batavia. Sultan Ageng Tirtayasa memajukan kegiatan perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda. Selain itu,Sultan Ageng juga memerintahkan pasukan dari kerajaan Banten untuk mengadakan melawan Belanda di Batavia.
Bahkan, kemudian mengadakan perusakan terhadap perkebunan tebu milik Belanda di Ciangke. Menghadapi gerakan yang demikian, membuat Belanda menjadi kewalahan. Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dan mendapatkan gelar Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji). Sejak saat itulah Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di daerah Tirtayasa
3. Sultan Hassanudin dari Makasar Sulawesi Selatan
Sultan Hasanudin |
Siapa tak kenal dengan pahlawan Sultan Hasanudin. Julukannya yang terkenal sampai saat ini, Ayam Jantan dari Timur.
Pada masa diperintah oleh Sultan Hasanudin, Kerajaan Makasar mencapai puncak kejayaan. Cita-cita Sultan Hasanudin untuk bisa menguasai jalur perdagangan Nusantara manjadikan dorongan untuk perluasan kekuasaan sampai ke kepulauan Nusa Tenggara. Namun hal ini justru mendapat tentangan Belanda. Pertentangan ini pun sering menimbulkan peperangan. Keberanian Sultan Hasanudin didalam memimpin pasukan Kerajaan Makasar mengakibatkan posisi Belanda semakin terdesak.
Atas keberanian Sultan Hasanudin ini, Belanda menjuluki dengan julukan yang terkenal sampai saat ini yaitu “Ayam Jantan dari Timur”.
4. Pattimura (Thomas Matulesi) dari Maluku
Patimura adalah pahlawan terkenal dari Maluku. Ingin tahu seperti apa perjuangan Pattimura melawan penjajah Belanda?
Pada tanggal 16 Mei 1817, rakyat Maluku yang dikomandani Pattimura (Thomas Matulesi) menyerbu ke pos Belanda dan berhasil merebut benteng yang bermana Duurstede.
Pattimura |
Dari Saparua perlawanan terus meluas ke tempat lain seperti Seram, Haruku, Larike, dan Wakasihu. Hampir seluruh wilayah Maluku melakukan perlawanan, sehingga Belanda pun merasa kewalahan.
Pada tanggal 15 Oktober 1817, giliran Belanda yang mengadakan serangan besar-besaran. Pada November 1817 Thomas Matulesi berhasil ditangkap oleh Belanda.
5. Imam Bonjol dari Sumatra Barat
Imam Bonjol |
Rakyat Minangkabau bersatu untuk melawan Belanda. Terjadi antara 1830– 1837. Perlawanan terhadap Belanda di pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Untuk mengatasi perlawanan rakyak Minangkabau, Belanda menerapkan siasat andalannya, adu domba.
Dalam menjalankan siasat ini Belanda mengirimkan pasukan dari Jawa dibawah pimpinan Sentot Prawiradirja.
Ternyata Sentot dan pasukannya membatu kaum Padri. Karena itu Sentot pun ditangkap dan diasingkan ke daerah Cianjur, Jawa Barat.
Pada akhir tahun 1834, Belanda memusatkan pasukan untuk menduduki kota Bonjol. Tanggal 16 Juni 1835, pasukan Belanda menembaki Kota Bonjol dengan meriam. Dengan tembakan meriam yang gencar Belanda berhasil merebut Benteng Bonjol.
Akhirnya pada 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol dipaksa menyerah. Dengan menyerahnya Tuanku Imam Bonjol berarti selesai sudah perlawanan rakyat Minangkabau terhadap Belanda.
6. Diponegoro dari Yogyakarta (1825 – 1830)
Pangeran Diponegoro |
Pangeran Diponegoro memiliki kecil Raden Mas Ontowiryo, yang juga merupakan putra sulung Sultan Hamengkubowono III, lahir tahun 1785. Melihat keadaan penderitaan rakyat, hatinya tergerak untuk memperjuangkan kebebasan rakyatnya
Perlawanan Diponegoro terjadi karena pemicu utamanya adalah pemasangan tiang pancang untul membuat jalan menuju Magelang oleh Belanda.
Pemasangannya melewati makam leluhur Diponegoro dilakukan tanpa izin. Karena mendapat tentangan, tanggal 20 Juli 1825 Belanda melakukan sebuah serangan ke Tegalrejo.
Namun dalam serangan ini tidak berhasil menemukan Diponegoro, lantaran sebelumnya Diponegoro telah memindahkan markas di Selarong. Dalam perlawanan melawan penjajah Belanda Pangeran Diponegoro sering dibantu Pangeran Mangkubumi, Sentot Pawirodirjo, Pangeran Suriatmojo, dan Dipokusumo.
Bantuan dari kalangan ulama pun ada, yaitu dari Kyai Mojo dan Kyai Kasan Untuk mematahkan perlawanan oleh Diponegoro, Belanda melaksanakan sebuah siasat yang disebut siasat Benteng Stelsel (sistem benteng).
Dengan berbagai siasat, maka pada akhirnya Belanda berhasil membujuk pemimpin untuk menyerah. Melihat hal ini, Pangeran Diponegoro merasa terpukul. Akhirnya Pangeran Diponegoro terbujuk untuk melakuka perundingan.
Dalam perundingan, beliau pun ditangkap dan diasingkan ke Makasar sampai akhirnya meninggal pada tanggal 8 Januari 1855.
7. Pangeran Antasari dari Banjarmasin
Pangeran Antasari |
Selanjutnya adalah perlawanan rakyat Banjar. Perlawanan rakyat Banjar dipimpin Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari. Perlawanan ini terkenal dengan Perang Banjar, berlangsung antara 1859–1863.
Setelah Pangeran Hidayat ditangkap dan kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat maka perlawanan rakyat Banjar diteruskan oleh Pangeran Antasari.
Atas keberhasilan dalam memimpin perlawanan, Pangeran Antasari diangkatmenjadi pemimpin agama tertinggi dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Beliau bahkan terus mengadakan perlawanan sampai wafat pada 11 Oktober 1862.
Pangeran Antasari sangat dikagumi akan keberaniannya.
8. Si Singamangaraja XII dari Tapanuli Sumatra Utara
Sisingamangaraja XII |
Si Singamangaraja lahir di daerah Baakara, Tapanuli pada 1849 dan dinobatkan menjadi raja pada tahun 1867. Saat dirinya bertahta, ia sangat menentang penjajah dan sering melakukan perlawanan, dan akibatnya ia dikejar-kejar oleh penjajah.
Setelah tiga tahun dikejar -kejar oleh Belanda, akhirnya persembunyian Sisingamangaraja diketahui dan dikepung ketat oleh Belanda. Pada saat itu komandan pasukan Belanda memintanya kembali agar ia menyerah dan menjadi seorang Sultan Batak, namun Sisingamangaraja dengan tegas tetap menolak dan memilih mati daripada menyerah.
Karena belanda menggunakan peralatan canggih, maka pasukan Sisingamangaraja XII memilih mundur dan bertahan di Benteng Parik Sabungan Pearaja Sion Parlilitan.
Belanda dengan segala tipu muslihat berhasil memancing Sisingamangaraja XII keluar dari Benteng pertahanan dengan cara melakukan penawanan permaisuri beserta keluarganya.
Menyaksikan hal itu, Sisingamangaraja XII semakin marah dan terjadi baku tembak yang sengit sampai terjadilah perang.
Dalam pertempuran sengit itu, putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi termasuk juga panglima dan putrinya Lopain tewas tertembak. Melihat putrinya Lopain dalam kondisi tertembak Sisingamangaraja XII berlari dan merangkulnya sehingga tubuh sang Raja itu terkena darah dan kekebalannya Sisingamangaraja menjadi sirna.
Kemudian, pimpinan pasukan Belanda Kapten Chirtofel memerintahkan para penembak untuk menembak sang raja yang mengakibatkan Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907.
9. Teuku Umar dan Cut Nyak Dien dari Aceh
|
Teuku Umar & Cut Nyak Dien merupakan pahlawan dari daerah Aceh, sekarang Nangroe Aceh Darusallam. Mereka berdua mengadakan perlawanan di daerah Aceh Barat. Dalam perlawanannya mereka menyerang banyak pos pertahanan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan tersebut Belanda pun menggunakan siasat adu domba, namun tetap saja gagal.
Dengan kegagalan tersebut mengakibatkan Deijckerhoff dipecat dari gubernur militer.
Kemudian Belanda menyusun sebuah siasat baru. Belanda mengirimkan Dr. Snouck Hurgronje untuk menyelediki kebiasaan dan tradisi masyarakat Aceh dengan melakukan penyamaran. Dalam penyamaran Dr. Snouck Hurgronje menyamar sebagai seorang ulama dengan nama Abdul Gafar. Berdasarkan hasil penyelidikan Abdul Gafar, Belanda memperoleh sebuah petunjuk bahwa untuk menaklukkan Aceh haruslah digunakan siasat kekerasan. Siasat ini pun membuat pasukan Teuku Umar kewalahan.
Pada tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dan perjuangannya pun dilanjutkan oleh istrinya Cut Nyak Dien dan Cut Meutia.
Tidak ada komentar